Beranda | Artikel
Mati Syahid Tidak Menghapus Hak Bani Adam (Hutang)
Jumat, 1 Januari 2010

MATI SYAHID TIDAK MENGHAPUS HAK BANI ADAM, TAPI MENGHAPUS HAK ALLAH TA’ALA

Pertanyaan
Bagaimana cara menyatukan diantara dua hadits ini:

  1. Dari Amr bin Ash radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang mati syahid diampuni semua dosanya, kecuali hutang.”
  2. Dari Umar bin Khttab radhialahu anhu berkata, ”Saat perang Khaibar, sekelompok shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam menghadap dan mengatakan, “Fulan syahid, fulan syahid. Maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, sesungguhnya saya melihat dia di neraka karena selendang (burdah) atau baju penutup yang disembunyikan.” Kemudian beliau berkata kepadaku,”Wahai Ibnu Khattab, berdirilah, dan serukan kepada orang-orang sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang mukmin.” Maka saya berdiri dan menyeru kepada orang-orang.

Hadits pertama menegaskan bahwa dosa-dosa orang mati syahid dimaafkan kecuali hutang. Sedangkan dalam hadits kedua menegaskan, bahwa orang mati syahid tidak diampuni karena dia menyembunyikan ghanimah. Tidakkah menyembunyikan ghanimah termasuk dosa selain hutang. Maka seharusnya diampuni sesuai dengan hadits pertama. Mohon penjelasannya.

Jawaban
Alhamdulillah.

Pertama: Diriwayatkan Muslim, 1886 dari Abdullah bin Amr bin Ash sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

Orang yang mati syahid diampuni semua dosa kecuali hutang.

Diriwayatkan oleh Muslim, (114) dari Ibnu Abbas berkata Umar bin Khottab memberitahukan kepadaku berkata,

لَمَّا كَانَ يَوْمُ خَيْبَرَ أَقْبَلَ نَفَرٌ مِنْ صَحَابَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا : فُلَانٌ شَهِيدٌ فُلَانٌ شَهِيدٌ ، حَتَّى مَرُّوا عَلَى رَجُلٍ فَقَالُوا فُلَانٌ شَهِيدٌ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( كَلَّا ، إِنِّي رَأَيْتُهُ فِي النَّارِ فِي بُرْدَةٍ غَلَّهَا أَوْ عَبَاءَةٍ ) ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( يَا ابْنَ الْخَطَّابِ ! اذْهَبْ فَنَادِ فِي النَّاسِ أَنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا الْمُؤْمِنُونَ ) قَالَ : فَخَرَجْتُ فَنَادَيْتُ : أَلَا إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا الْمُؤْمِنُونَ

Ketika waktu perang Khoibar, sekelompok shahabat Nabi sallallahu’alaihi wa salllah menghadap dan mengatakan, “Fulan Syahid, fulan syahid.” Kemudian mereka melewati seseorang (yang terbunuh), maka mereka mengatakan ‘Orang ini Syahid.’ Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, sesungguhnya saya melihat dia di neraka karena selendang (burdah) atau baju penutup yang disembunyikan.” Kemudian Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Ibnu Khattab! Keluarlah, dan sampaikan kepada orang-orang  bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang mukmin. Maka saya keluar dan menyeru,”Ketahuilah bahwa tidak ada yang masuk surga kecuali mukmin.”

Dua hadits ini shahih diriwayatkan oleh Muslim rahimahullah dalam shahihnya. Tidak ada pertentangan pada keduanya Alhamdulillah. Hadits pertama menunjukkan bahwa orang mati syahid diampuni semua dosa yang dilakukannya antara dia dan Tuhannya kecuali hutang. Maka ia tidak diampuninya. Karena tergantung dengan urusan antar manusia. Maka, hak-hak Bani Adam tidak dapat diampuni dengan mati syahid.

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam (Kecuali hutang) di dalamnya terdapat peringatan terhadap semua hak Bani Adam. Bahwa jihad dan mati syahid dan selain dari dua amalan kebaikan tidak dapat menghapus hak Bani Adam. Akan tetapi dapat menghapus hak Allah Ta’ala.” Syarh Muslim, 13/29.

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Adapun hadits lainnya yang shahih, bahwa orang mati syahid itu diampuni seluruh dosanya kecuali hutang. Dapat diambil pelajaran bahwa mati syahid itu tidak dapat menghapus hak orang. Sedangkan adanya hak orang pada dirinya, tidak menghalanginya mendapatkan derajat syahadah/syahid. Tidak ada makna syahadah melainkan bahwa Allah memberikan kepada orang yang mendapatkan syahadah dengan pahala khusus. Dimuliakan dengan kemuliaan yang berlebih. Sungguh dalam hadits telah diterangkan bahwa Allah mengampuni (semua dosa) kecuali ada sangkutan (hak manusia). Jika orang yang mati syahid itu mempunyai amalan-amalan saleh, dan syahadah dapat menghapuskan kejelekan selain dari sangkutan (hak). Maka amalan-amalan saleh akan bermanfaat dalam timbangan (untuk menghapus) sangkutan (hak). Sehingga derajat syahadah akan tetap (diperoleh) sempurna. Jika tidak mempunyai amalan saleh, maka itu tergantung (keputusan Allah). Wallahu’alam.” Fathul Bari, 10/193.

Tourbasyti mengatakan, “Maksud dari hutang disini adalah yang terkait dengan tanggungannya terhadap hak-hak orang Islam. Karena orang yang berhutang itu tidak lebih berhak dengan ancaman dan tuntutan dibandingkan orang yang berbuat kejahatan, orang yang merampas harta orang lain, orang yang berkhianat dan mencuri.” Tuhfatul Ahwadzi, 5/302, dengan sedikit editan.

Kedua : Ghanimah termasuk hak anak Adam, bahkan ia termasuk hak anak adam yang sangat besar, Karena terkait dengan harta umum. Al-Hijawi dalam Az-Zad, hal. 97 mengatakan, “Ghanimah didapat dengan menguasai wilayah perang (Darul Harbi). Ia bagi orang yang ikut berperang dalam pasukan perang. Disisihkan seperlima, kemudian sisanya, pejalan kaki satu bagian, penunggang kuda tiga bagian: satu bagian untuknya dan dua bagian untuk kudanya. Seluruh pasukan diikutsertakan sebagai tentara untuk mendapat ghanimah.”

Ghulul adalah pencurian ghanimah sebelum dibagi. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “(Al-Ghulul) pengkhianatan, asalnya adalah pencurian dari harta rampasan (ghanimah) sebelum dibagi.” Maka syahadah tidak dapat menghapuskan ghulul, karena syahadah tidak dapat menghapus hak-hak anak adam, seperti (yang dijelaskan) tadi.

Ungkapan penanya ‘Tidakkah ghulul merupakan dosa selain dari hutang?’ maka dikatakan, “Ghulul adalah dosa terkait dengan hak anak adam. Maksud dari hutang dalam hadits ini adalah hak-hak manusia, bukan khusus hanya hutang. Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa ghulul menghalangi status syahid tertinggi terhadap orang yang mencuri ghanimah yang membuatnya tak tidak layak untuk  mendapatkan ampunan atas seluruh dosanya, meskipun hal tersebut tidak menghalanginya untuk mendapatkan dasar syahid dan keutamaannya. Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ghulul dapat menghalangi status syahid secara umum bagi pelakunya kalau dia terbunuh.”

Al-Qori rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ada pembahasan, bahwa tidak ada dalil dalam hadits ini yang menafikan status syahidnya. Bagaimana tidak, ia telah dibunuh di jalan Allah (sabilillah) dan membela Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Tidak disyaratkan dalam ijmak (consensus para ulama), bahwa orang yang mati syahid harus tidak punya dosa atau hutang.” Mirqotul Mafatih, 6/2583.

Dapat  dikatakan juga bahwa ghulul menghalagi orang yang mati syahid mencapai derajat syahadah tertinggi, sehingga semua dosanya dihapus, meskipun dia tidak terhalan mendapatkan status dasar syahid dan keutamaannya.

Wallahu a’lam .

Disalin dari islamqa


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2613-mati-syahid-tidak-menghapus-hak-bani-adam-hutang.html